"Islam melarang wanita Muslimah untuk memakai pakaian yang tipis dan
jarang, karena jelas pakaian tersebut akan menimbulkan fitnah dan subhat,
baik terhadap dirinya sendiri ataupun kepada masyarakat sekitar."
Dewasa ini, pemakaian busana muslimah banyak macamnya. Malah, berkembang
istilah "jilbab gaul" bagi perempuan yang mengenakan jilbab namun busananya ketat
disana-sini. Karenanya, kali ini kita akan coba membahas pengertian jilbab
(pakaian), dari sudut pandang para ahli tafsir dan pendapat para ulama.
Pembahasan ini dikutip dari buku "Pakaian Wanita Islam Mengikuti Al Qur'an dan
Sunnah", karya H. Suhairy Ilyas, MA. terbitan Pustaka Al Mizan, Malaysia.
Pengertian Jilbab (Pakaian)
Secara terminologi, dalam kamus yang dianggap standar dalam Bahasa Arab, akan
kita dapati pengertian jilbab seperti berikut :1. Lisanul Arab : "Jilbab berarti selendang, atau pakaian lebar yang dipakai wanita
untuk menutupi kepada, dada dan bagian belakang tubuhnya."
2. Al Mu'jamal-Wasit : "Jilbab berarti pakaian yang dalam (gamis) atau selendang
(khimar), atau pakaian untuk melapisi segenap pakaian wanita bagian luar untuk
menutupi semua tubuh seperti halnya mantel."
3. Mukhtar Shihah : "Jilbab berasal dari kata Jalbu, artinya menarik atau
menghimpun, sedangkan jilbab berarti pakaian lebar seperti mantel."
Dari rujukan ketiga kamus di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa jilbab pada
umumnya adalah pakaian yang lebar, longgar dan menutupi seluruh bagian tubuh
sebagaimana disimpulkan oleh Al Qurthuby: "Jilbab adalah pakaian yang menutupi
seluruh tubuh."
Bagi masyarakat Indonesia dan juga Malaysia, jilbab umumnya diartikan sebagai
selendang yang menutupi kepala sampai leher dan dada. Definisi ini memang
tidaklah bertentangan dengan definisi umum di atas karena disebutkan juga oleh
Lisanul Arab ataupun Al Mu'jamal-Wasit dan dikutip Qurthuby berasal dari Ibnu
Abbas yang mengartikan jilbab dengan rida' atau selendang.
Pembahasan Ahli Tafsir
Setelah mempelajari pengertian umum dan pengertian secara terminologi tentang
jilbab ada baiknya juga kita merujuk uraian para ulama tafsir mengenai jilbab, atau
penafsiran mereka tentang surah Al Ahzab ayat 59:
1. Tafsir Ibnu Abbas : "Selendang atau Jilbab tudung wanita hendaklah
menutupi leher dan dada agar terpelihara dari fitnah atau terjauh dari bahaya
zina."
2. Tafsir Qurthuby : "Alloh SWT memerintahkan segenap kaum muslimah agar
menutupi seluruh tubuhnya, agar tidak memperagakan tubuh dan kulitnya
kecuali dihadapan suaminya, karena hanya suaminya yang dapat bebas
menikmati kecantikannya."
3. Tafsir Ayatul Ahkam : "Memakai jilbab atau kerudung merupakan ibadah
dalam rangka memenuhi firman Alloh Surah AL Ahzab ayat 59. Yang
menegaskan bahwa bagi seorang Muslimah memakai jilbab itu sebanding
dengan melaksanakan perintah sholat, karena keduanya sama-sama
diwajibkan Al Qur'an. Apabila seorang muslimah menolak untuk memakai
jilbab atau menutup auratnya, dan dengan sengaja untuk menentang hukum
Alloh, berarti dia telh kafir atau murtad, karena menentang Al Qur'an. Apabila
dia meninggalkan jilbab karena ikut-ikutan atau karena kelalaian belaka, dia
termasuk orang-orang durhaka kepada Alloh."
4. Tafsir Fii Zhilalil Qur'an : "Alloh memerintahkan kepada isteri-isteri nabi dan
kaum muslimah umumnya agar setiap keluar rumah senantiasa menutupi
tubuh, dari kepala sampai ke dada dengan memakai jilbab tudung yang
rapat, tidak menerawang, dan juga tidak tipis. Hal demikian dimaksudkan
untuk menjaga identitas mereka sebagai muslimah dan agar terpelihara dari
tangan-tangan jahil dan kotor. Karena mereka yang bertangan jahil dan kotor
itu, pasti akan merasa kecewa dan mengurungkan niatnya setelah melihat
wanita yang berpakaian terhormat dan mulia secara islam."
Kesimpulan
Dari uraian ulama tafsir di atas dapat kita simpulkan bahwa :
1. Para ulama tafsir umumnya sependapat bahwa memakai tudung menutupi
aurat selain muka dan telapak tangan merupakan kewajiban yang mendasar
bagi setiap kaum muslimah, apabila mereka akan keluar rumah, atau dalam
rumah sendiri jika ada tamu selain muhrim.
2. Tidak seorang pun para ulama yang berpendapat bahwa menutup aurat selain
muka dan telapak tangan itu hanya kewajiban muslimah dalam sholat. Karena
memang tidak ada satu pun dalil Al Qur'an dan Sunnah yang mengatakan
demikian.
3. Bentuk atau fesyen pakaian muslimah tidaklah diatur oleh Al Qur'an secara
terperinci, yang utama adalah memenuhi syarat, yaitu menutupi seluruh
tubuh selain muka dan telapak tangan, tidak ketat, tidak tipis dan juga tidak
membentuk lekuk tubuh (ketat).
Firman Alloh SWT : "Dan katakanlah (pula) kepada wanita yang beriman supaya
mereka menundukkan pandangannya, dan memelihara kehormatannya. Dan
janganlah memperlihatkan perhiasan kecuali yang biasa nampak saja, dan
hendaklah mereka menutupi dada dengan selendang. Dan janganlah
memperlihatkan perhiasan kecuali kepada : 1. Suami, 2. Ayah, 3. Mertua laki-laki, 4.
Anak Laki-laki Tiri, 5. Saudara laki-laki, 6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki dan
perempuan 7. Sesama wanita, 8. Hamba Sahaya, 9. Pelayan (laki-laki) yang sudah
tidak mempunyai keinginan kepada wanita (karena sudah tua), 10. Anak laki-laki
yang belum terpengaruh dengan aurat wanita. Dan janganlah mereka (wanita)
menghentakkan kaki supaya diketahui orang perhiasan mereka yang tersembunyi
dan taubatlah kamu sekalian kepada Alloh wahai orang-orang yang beriman agar
kamu mendapat kemenangan."[i] (QS. An Nur, 024:031)
Dalam ayat ini antara lain Alloh memerintahkan pada kaum muslimah :
1. Agar tidak memamerkan perhiasan kecuali sekadar yang biasa terlihat
darinya seperti cincin dan gelang tangan.
2. Wajib menutupi dada dan leher dengan selendang, kerudung atau jilbab.
3. Perhiasan hanya boleh diperlihatkan kepada sepuluh kelompok manusia yang
disebutkan dalam ayat tersebut.
4. Jangan sengaja menghentakkan kaki agar diketahui atau didengar orang agar
diketahui atau didengar orang perhiasan yang tersembunyi (gelang kaki dan
lain-lain)
Pendapat Para Ulama
1. Ibnu Jarir At-Tabary (Wafat 310 H)
Kaum wanita tidak boleh memperlihatkan perhiasannya kepada laki-laki yang bukan
muhrim, kecuali perhiasan zahir saja. Perhiasan itu ada dua macam, pertama yang
tersembunyi seperti gelang tangan atau kaki, subang dan kalung. Kedua, yang
nampak. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat ulama, antara lain ada yang
berpendapat perhiasan yang nampak yaitu pakaian. Yang lainnya berpendapat
perhiasan zahir adalah cincin, sipat mata ([i]eye liner) dan muka. Sedangkan yang
lainnya lagi berpendapat, perhiasan yang nampak adalah muka dan telapak tangan.
2. Ibnu Araby (468-543 H)
Perhiasan ada 2 macam, asli dan buatan. Yang asli seperti muka yang merupakan
induk sumber hiasan kecantikan. Dan hiasan buatan seperti pakaian, make up atau
alat-alat kecantikan, dan lain-lain. Ada perbedaan pendapat ulama tentang hiasan
yang nampak. Pendapat pertama, yaitu pakaian (Ibnu Mas'ud), kedua yaitu celak
dan cincin (Ibnu Abbas), ketiga yakni muka dan tapak tangan.
3. Ibnu Katsir (Wafat 774 H)
Seorang wanita muslimah tidak dibolehkan memperlihatkan perhiasan kepada kepala
laki-laki yang bukan muhrim, kecuali perhiasan yang susah untuk menutupinya
seperti selendang dan baju (mengikut Ibnu Mas'ud) dan menurut Ibnu Abbas, muka
dan kedua telapak tangan serta cincin.
Demikianlh yang disimpulkan dari pendapat para ulama tafsir tentang aturan dan
hukum tentang perhiasan atau bagaimana tubuh wanita yang boleh terlihat oleh lakilaki
yang bukan muhrim, umumnya mereka berpendapat bahwa yang boleh terlih
pada tubuh wanita hanyalah muka dan telapak tangan serta perhiasan yang melekat
pada keduanya. Batasan demikian boleh dirujuk kepada hadits Nabi SAW yang
berbunyi :
"Diceritakan oleh Siti Aisyah r.a., bahwa adiknya yang bernama Asma binti Abu
Bakar pernah datang menghadap Rosululloh dengan berpakaian agak tipis, lalu
Rosululloh berpaling dan bersabda, 'Wahai Asma, bila seorang wanita telah baligh
tidak boleh lagi terlihat kecuali ini dan ini. Lalu Rosululloh SAW menunjukkan pada
muka dan tapak tangan beliau."
(H.R. Abu Dawud)
"Aisyah Ummul Mukminun r.a., menceritakan pada suatu hari saya pernah keluar
rumah untuk menemui anak saudaraku Abdullah bin Taufalid dengan memakai
perhiasan, lalu Rosululloh SAW marah, maka aku jawab, bukankah dia hanya anak
saudaraku wahai Rosululloh? Dan beliau pun menjawab, apabila seorang wanita telh
baliqh (datang haid) tidak halal terlihat dari tubuhnya kecuali muka dan ini. Kata
beliau, seraya menggenggam pergelangan tangannya dengan meninggalkan jarak
satu genggaman pula dengan telapak tangan"
(H.R. Ath Thabary)
Kesimpulan
Dari rujukan Al Qur'an dan hadits yang kita sebutkan di atas dapat kita ambil
kesimpulan bahwa :
1. Pakaian Wanita Muslimah itu wajib menutupi aurat,
2. Batas aurat wanita adalah muka dan tapak tangan,
3. Kewajiban menutupi aurat itu berlaku setiap waktu di dalam dan di luar
sholat, karena tidak satupun dalil yang mengatakan bahwa aurat wanita
hanya ditutupi waktu sholat. Dan ayat Al Qur'an serta hadits di atas
hubungannya bukan dalam hal sholat, tapi berlaku umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar